Oleh: Ariya Ilham | 23 Juni 2011

Pendidikan Islam Tak Mencetak Koruptor!

DENGAN mencuatnya kasus-kasus korupsi di Indonesia, apalagi yang sangat fenomenal adalah kasus Gayus Tambunan hingga adanya himbauan presiden untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkarakter, lantas apa yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia hingga menghasilkan orang –orang yang pintar tapi koruptor?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu menelusuri sistem pendidikan apa sebenarnya yang dipakai oleh Negara Republik Indonesia saat ini. Sistem pendidikan yang ada saat ini yaitu menganut link and match yang lebih mengedepankan pesanan industri atau lapangan kerja, sehingga mengesampingkan moral, etika apalagi agama.

Seperti contoh tidak sedikit para siswa yang menghadapi ujian itu bukan dengan mempersiapkan diri dengan belajar sungguh-sungguh melainkan mereka mempersiapkan diri bagaimana cara mencontek yang jitu bahkan ada oknum guru yang membantu membocorkan soal-soal ujian jadi wajar ketika dia lulus sekolah dan terjun ke dunia masyarakat, yang dipakai adalah bagaimana cara mendapatkan materi dalam hal ini uang secara instan, dengan korupsi atau menipu. Sebab, dalam pendidikannya tidak ditujukan untuk menciptakan manusia yang berkepribadian atau berkarakter baik. Hal ini disebabkan oleh system yang digunakan dalan pendidikan di Indonesia saat ini adalah system pendidikan kapitalisme sekuler yang mengedepankan materi atau yang menjadi tolak ukurnya adalah uang.

Lantas sistem pendidikan yang berkarakter itu yang seperti apa? Sistem pendidikan yang berkarakter sekaligus sohih adalah sistem pendidikan Islam yang berlandaskan pada akidah Islam. Dalam pendidikan Islam tidak hanya ditujukan untuk kepentingan materi saja tetapi juga ditujukan untuk membentuk kepribadian Islam (syakhshiyyah islamiyyah) pada anak didik. Jika pendidikan ditujukan untuk menciptakan manusia yang berkepribadian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui faktor-faktor utama pembentuk kepribadian manusia serta jati diri manusia itu sendiri.

Dengan memahami faktor-faktor pembentuk kepribadian dan jatidiri manusia kita bisa menetapkan program-program pendidikan apa saja yang diperlukan untuk tujuan-tujuan tersebut. kita juga akan memahami perkara apa yang harus menjadi fokus utama dalam pendidikan.

Qodli Taqiyyudin an Nabhani menyatakan bahwa kepribadian seseorang disusun oleh dua faktor yang tidak bisa dipisahkan, yaitu aqliyyah (pola pikir) dan nafsiyyah (pola jiwa). Aqliyyah adalah pola pikir yang digunakan sebagai acuan dasar dalam mempersepsi suatu perkara dengan kata lain Aqliyyah adalah metode dasar yang digunakan untuk mengaitkan fakta dengan informasi sedangkan nafsiyyah (pola jiwa) adalah kaidah yang digunakan untuk mengaitkan dorongan-dorongan yang muncul dari kebutuhan jasmani dan naluri dengan pemahaman atau pola pikirnya.

Jadi bila seseorang sudah memiliki kepribadian yang khas yang dilandasi akidah yang kuat sampai manapun dia akan senantiasa terkait dengan akidah itu sendiri
Selain itu juga pendidikan Islam untuk memperkaya khazanah ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan urusan kehidupan. Jadi wajar bila system pendidikan Islam pada masa kejayaan Islam menghasilkan para ilmuwan sekaligus ulama seperti Imam Malik bin Annas, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhori sebagai ahli Alqur’an, hadist, fikih dan sejarah. Jabir bin Hayyan sebagai ahli kimia termashur. Alkhawarizmi sebagai ahli matematika dan astronomi. Ibnu Sinna sebagai ulama sekaligus ahli kedokteran, Ibnu Albairar (al Nabatti) sebagai ahli pertanian khususnya botani dan masih banyak lagi.

Jadi sudah jelas bahwa sistem pendidikan Islam telah berhasil mencetak manusia-manusia yang berilmu sekaligus berkarakter atau berkepribadian Islam bukan mencetak generasi koruptor dan penipu seperti Gayus dan Malinda dee. Jadi masihkan kita berharap pada sistem buatan manusia yang tidak membawa maslahat dunia akhirat ini?

Older Posts »

Kategori